Sejak tahun 2014, Institut Prancis di Indonesia (disingkat IFI) menggelar acara Pekan Cita Rasa Prancis, disebut Good France atau Goût de France, sebagai wujud penghormatan terhadap kekayaan kuliner Prancis yang dinobatkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Penganugerahan yang diberikan pada tahun 2010 ini mendorong Alain Ducasse, chef bintang tiga Michelin dan Laurent Fabius, Menlu Prancis, untuk merayakan sebuah acara makan malam bertaraf fine dining di seluruh dunia dengan menghadirkan menu masakan Prancis eksklusif selama satu pekan.

Di Indonesia, beberapa restoran atau lounge bar & club seperti Immigrant Plaza Indonesia, Amuz, dan 20 restoran lainnya turut serta dalam perayaan ini yang dimulai sejak tanggal 21 Maret 2016 yang lalu. Namun, di Immigrant perayaan Goût de France hanya berlangsung selama 2 hari. Satu hari di antaranya, yaitu tanggal 21 Maret, saya berkesempatan untuk ikut hadir dalam acara sophisticated fine dining tersebut. Disebut sophisticated, sih, maksudnya menu-menu yang disajikan menunjukkan kehandalan sang chef bercampur dengan kreatifitasnya yang tinggi dalam memadukan berbagai bahan menjadi sebuah racikan yang tetap memanjakan lidah. Lihat saja nama-nama makanan yang tersaji dalam daftar menunya membuat dahi saya berkernyit, bukan karena enggak ngerti, tapi bikin saya berpikir, “Mana adaaa menu macam gini kalau makan sehari-hari di rumah atau kantin?” Ha ha ha…
Baiklah, langsung saya paparkan saja ya menu-menu fine dining a la Immigrant yang diolah chef Stephane di bawah ini:
Appetizer
Sebagai hidangan pembuka, kami disuguhkan sepiring buah bit bercampur dengan mustard (sejenis saus untuk salad), madu, butiran keju ricotta, dan irisan apel hijau. Nama masakannya Roasted beetroots, honey and mustard dressing, ricotta and green apple. Seumur-umur nggak pernah makan buah bit, jadi ketika menggigit dan merasakan daging buah bit, ada kesan aneh, eneg, tapi untungnya si ricotta membantu saya mengusir rasa mual tersebut. Sepertinya, satu porsi saja cukup deh buat saya :D.

Main Course
Hidangan utama yang tersedia ada dua pilihan, yaitu lobster (seafood) atau daging kambing. Namun malam itu kami disuguhkan keduanya secara bergiliran.
Hidangan pertama, irisan daging lobster yang hanya berupa bulatan sebesar ibu jari, diletakkan dalam sebuah piring yang sudah diolesi kaldu buah lemon. Saya rasa buah lemon ini berfungsi untuk mengurangi bau dan rasa amis pada udang, selain irisan jahe di atas daun selada yang dipanggang. Namanya poached lobster in a lemongrass-kefir broth, ginger chutney and grilled endive.

Hidangan kedua, berupa suwiran daging kambing dalam balutan terigu tipis membentuk silinder, dihiasi bubur (puree) wortel, selada air, campuran saus jeruk dan biji sesame. Sang chef menamainya braised lamb cigar, coconut and carrots puree, orange-sesame dressing, watercress. Sayangnya suwiran daging kambing ini masih menguarkan aroma agak prengus, tapi untunglah saus jeruk lumayan mengaburkan baunya.

Dessert
Layaknya kuliner keseharian Prancis, sesudah main course, hidangan yang disajikan berikutnya tidak langsung berupa dessert yang manis-manis, melainkan keju Prancis dulu. Immigrant menghadirkan keju emmenthal, dan supaya tidak terasa eneg bagi yang tidak terbiasa makan keju, chef Stephane membubuhkan saus dry fruit mustard. Selain itu terdapat irisan roti surdough bread, sehingga cara memakannya bisa dengan menempelkan irisan keju emmenthal dan mengolesinya dengan saus mustard ke atas lapisan roti.

Setelah keju, barulah kami disuguhkan kue kelapa berlapis es krim putih Chantilly rasa lemon, dan irisan buah nanas yang dipanggang.
*
Dari kelima menu yang saya santap, saya paling suka keju emmenthal dan tentu saja kue bolu kelapa berlapis es krim karena rasanya tidak neko-neko. Ranking satu dan dua bolehlah. Main course lobster andaikan tidak terlalu hambar pun bisa masuk ke ranking dua dalam daftar peringkat yang saya buat. Suwiran daging sebagai main course kedua juga lumayan, namun aroma prengus yang tercium membuat saya harus menurunkannya ke peringkat selanjutnya.

Jika dibandingkan dengan menu fine dining yang disajikan di restoran Amuz Gourmet Restaurant, menurut saya sih menu di Immigrant kurang nendang. Entah mungkin karena resto yang juga berfungsi sebagai lounge and bar ini berbeda kelasnya, sementara Amuz Gourmet memang diciptakan dengan suasana dekor yang lebih glamour serta ruangannya lebih lapang ketimbang Immigrant. Begitu pula dengan penamaan menu-menunya, jika Immigrant tidak memberikan nama khusus selain representasi racikan dan bahan setiap menu dalam bahasa Inggris; maka Amuz Gourmet sesekali membubuhkan ajektif untuk beberapa dari keseluruhan menu untuk Good France. (Tulisan saya yang mengulas menu Good France di Amuz Gourmet Restaurant dapat dibaca di sini: Menikmati Kuliner Fine Dining Prancis di Amuz).
Yah, apapun alasannya, selera setiap orang pasti berbeda. Yang penting, setiap orang dapat merasaka kuliner fine dining Prancis yang dimasak langsung oleh chef berkebangsaan Prancis, dan dirayakan pada bulan Maret setiap tahunnya. Bon Appétit! ***